IKHLAS TANPA BEBAN

Cerpen kala gerimis datang


Banyak teori yang kudapat tentang kata Ikhlas. Dari bangku sekolah, pengajian atau pun dari Film KIAMAT SUDAH DEKAT. Namun yang kualami mungkin benar benar di bawah alam sadarku. Aku, sekuat tenaga, sekuat pikiran untuk ikhlas.

Aku dibesarkan dengan kehidupan yang sederhana. Namun aku ingat ayah dan ibuku selalu mengutamakan pendidikan untuk kami, aku dan kakakku, 2 Jagoan kecil mereka.

Sahabat kecilku, namanya Ryan. Kami satu kelas selama SD. Kami selalu bercerita dan selalu berbagi, tepatnya mungkin aku berbagi dengannya. Aku sederhana, tapi sepertinya dia anak orang kaya. Rumahnya besar, tinggal bersama eyangnya. Kalau ditanya tentang orangtuanya, katanya Ayah di Surabaya Ibu di Jakarta. Aku suka berlari – lari di rumahnya yang besar. Aku tidak pernah bertanya mengapa dia tidak punya mainan dan sepeda. Akupun juga tidak sempat bertanya, mengapa dia tidak pernah membawa bekal dan uang saku ke sekolah. Yang ku tahu adalah dia adalah teman yang terbaik yang aku miliki. Bekal sekolah ataupun uang sakuku selalu aku bagi dengan Ryan. Dan Ryan pun menerima dengan senang hati. Walau aku suka jajan, namun aku suka berbagi dengannya. Aku sangat sayang sama dia. Sampai ibuku pernah bilang, ”Ryan tuh orang kaya dik, masa tetap kamu kasih jajan?” ”Dia seneng kok bu” jawabku kala itu. Ikhlas tanpa beban.

Kami berpisah setelah lulus SD, dia mengikuti ayahnya di Surabaya. Namun kami masih terus bersahabat, walau jarak jauh. Sampai ketika SMA aku mempunyai kekasih hatipun, aku cerita. Namun demi mengejar cita-cita aku memutuskan hubungan dengan kekasih ku setelah lulus SMA. Kutinggalkan kekasihku, cinta monyetku, cinta pertamaku demi mengejar cita-cita. ”Aku akan menjemputmu kembali kalau aku sudah sukses kelak” janjiku dalam hati. Aku di terima di Perguruan tinggi Al Azhar Mesir. Kuliah di Mesir. Tentu orangtuaku hanya bisa memberiku uang terbatas. Aku kuliah sambil bekerja. Aku dan Ryan masih sering berkomunikasi, hingga dia juga mengabariku akan segera menikah.

Bandara Sukarno Hatta.  Dengan ringan kulangkahkan kakiku ke negeri tercinta ini. Pernikahan Ryan tinggal esok hari. Demi Ryan sahabat kecilku, aku ijin cuti kuliah untuk menghadiri pernikahannya dan menengok keluarga tentunya.

Gedung pertemuan yang begitu megah, menandakan orang yang kaya yang menyewanya. Namun belum sempat aku menyalami Ryan, aku tertegun. Kekasih hatiku telah tengah berbahagia di pelaminan, dan dia bersanding dengan Ryan. Antara percaya atau tidak. Aku tertegun diantara dua orang yang sangat ku kasihi. Kalau masa kecil dulu aku selalu berbagi dengan Ryan, ikhlas tanpa beban... sekarang. Dua kekasih semestaku ada di hadapanku. Kepada siapa aku harus memilih. Kepada sahabatku atau kekasihku.

Tanpa menyalami mereka aku langsung berlari keluar... Mendung bergelayut dihatiku, hamparan awan hitam terus memayungi jiwaku.... Lari.... seakan cakrawala terus menjauh dariku, tak terkejar, tak tergapai. Untuk yang terakhir kalinya aku terpaksa harus ikhlas.... tanpa beban.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by http://www.facebook.com/SMNurhayati' - Premium Blogger Themes | Facebook Themes